13 September 2025

Dari Miopati Atrium hingga Aritmia Asimtomatik: Kontroversi, Rekomendasi dan Penarikan Benang Merah dalam Praktik Klinik

Hubungan antara AF, AM, stroke iskemik, dan penggunaan DOAC, serta penanganan gangguan asimtomatik (WPW, bradikardia, da...

Mini Simposium 5 dibuka oleh moderator Anggia C. Lubis, MD dan Aruman Yudanto, MD, dan mempersilahkan Prof. Hamed Oemar, MD, PhD untuk mempresentasikan “Atrial Myopathy: The Hidden Substrate Linking AF and Stroke”. Meskipun baru mulai dipublikasi kurang dari 10 tahun yang lalu, topik ini menarik benang antara miopati atrium (AM), fibrilasi atrium (AF), dan stroke. “AM merupakan continuum hidden substrate dari AF maupun stroke iskemik,” jelas Hamed. AM yang menyebabkan AF, dan AF yang memperparah AM membentuk lingkaran setan. Ia menekankan pentingnya mengintervensi AM menggunakan antikoagulan sebagai langkah preventif AF. 


Melanjutkan sesi ini, Ragil Nur Rosyadi, MD menjelaskan topik “Anticoagulation in Complex AF patients: Navigating DOAC Use in Comorbidities”. Pemberian antikoagulan pada pasien komorbiditas membutuhkan berbagai pertimbangan, terutama pada pasien lansia dan pasien AF pasca-intervensi yang memiliki peningkatan risiko perdarahan. Penggunaan direct oral anticoagulant (DOAC) terbukti membantu menurunkan risiko tersebut. 


Topik ketiga mengenai “DOACs in Kidney Dysfunction - Focus on Rivaroxaban” dibawakan oleh Daniel Tanubudi, MD.  Sebanyak 65% pasien AF mengalami penurunan fungsi ginjal, yang meningkatkan resiko perdarahan dan stroke. DOAC, spesifiknya rivaroxaban, dapat melindungi penurunan fungsi ginjal pada pasien AF lebih baik, dari segi efikasi maupun keamanan


Beralih ke Mini Symposium 6 yang dimoderatori Faris Basalamah, MD, PhD dan Sumarni, MD, PhD, sesi ini diawali dengan Flash Talk Abstract Submission oleh Cik Kahadi, MD dan Ardian Rizal, MD yang menyimpulkan bahwa AM, bahkan tanpa AF, diasosiasikan dengan stroke kriptogenik. Selanjutnya,  topik pertama “Current Recommendations and Controversies in Asymptomatic Bradycardia Management” dipresentasikan oleh Hauda El Rasyid, MD. Kontroversi berdebat mengenai peran heart rate-modifying drugs terhadap angka mortalitas pasien bradikardi asimtomatik. Perlu personalisasi tata laksana yang disesuaikan dengan tanda-gejala, kondisi penyakit, dan preferensi pasien terhadap pengobatan setelah diedukasi. Hal yang sama juga berlaku dalam keputusan penggunaan pacemaker maupun blok AV. 


Simposium dilanjutkan oleh Alice Inda Supit, MD dengan judul “Risk Stratification and Decision-Making in Asymptomatic Wolf-Parkinson-White”. Ia menekankan pentingnya dilakukan stratifikasi risiko dalam penentuan intervensi pada Wolf-Parkinson-White (WPW) asimtomatik, baik noninvasif maupun invasif. “Ablasi menjadi salah satu tata laksana asymptomatic WPW dengan low risk AP, namun perlu disesuaikan dengan kondisi setiap pasien,” sebut Alice.


Prof. Muzakkir, MD, PhD menjadi narasumber yang menutup sesi ini dengan topik yang berjudul “When Ablation Is Not Feasible for Asymptomatic PVC: What Should Be Done?. Untuk beberapa pasien, diperlukan monitoring dahulu untuk menentukan intervensi yang dibutuhkan, dan memastikan ada atau tidaknya penyakit dasar dari gejala yang dialami. Kebutuhan ablasi pun bergantung pada faktor tersebut.