13 September 2025

Revolusi Skrining Aritmia: Wearables, Prediksi Risiko, dan Tantangan Return-to-Sport

Pemanfaatan modalitas dalam skrining aritmia, dari wearable devices hingga PPG dan EKG, serta tantangan mengatasi SCD da...

Mini Symposium 7 dengan tajuk Minimal Lead Holter and Patch Monitoring: Technology and Clinical Impact diawali dengan Flash Talk Abstract Submission oleh Muhammad Allam Rafi  dan Salma Maghfira Rahim dari FKUI dengan judul “Precision Prediction of Atrial Fibrillation Progression via Integrated Inflammatory and ECG Signatures in a multimodal Deep Learning - Bioinformatics Framework”, yang diapresiasi oleh moderator Agus Harsoyo, MD, PhD dan Rubiana Sukardi, MD, PhD


Topik pertama “Wearables, Al, and the Future of Arrhythmia Screening” oleh Fera Hidayati, MD menjelaskan bahwa EKG dengan elektroda medis dipakai untuk diagnosis fibrilasi atrium maupun atrial flutter karena merekam langsung aktivitas listrik jantung. Sebaliknya, photoplethysmography (PPG) dengan sensor cahaya di smartwatch atau oksimeter hanya untuk skrining atau monitoring deteksi awal ritme tidak teratur, tetapi tidak bisa memastikan jenisnya. Jenis device PPG jauh lebih banyak dibandingkan EKG karena tidak membutuhkan elektroda multipoin.


Memperluas topik pertama, Reynold Agustinus, MD menjelaskan topik “Arrhythmia Detection-How Long is Long Enough?”. Ia menyatakan bahwa dalam mendeteksi aritmia, dapat dimanfaatkan modalitas ECG-based dan PPG-based. Penentuan dari kedua opsi tersebut disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. PPG cenderung operator-based, tetapi bisa digunakan di mana saja, sedangkan EKG sebaliknya. Walaupun EKG masih menjadi baku emas, penelitian PPG memiliki potensi besar untuk masa depan.


Masih menyambung dengan 2 topik sebelumnya,  Sumarni, MD, PhD membawakan topik Choosing the Right Monitor for the Right Patient”. Alat monitor EKG diindikasikan untuk diagnosis, prognosis, dan asesmen penanganan aritmia untuk mendeteksi ada atau tidaknya kekambuhan. Saat ini memang sudah tersedia banyak alat monitor EKG dalam berbagai bentuk. Ia menjelaskan lebih dalam mengenai ambulatory ECG devices.


Memasuki Mini Symposium 8, sesi dilanjutkan dengan moderator Reynold Agustinus, MD dan Tommy Daindes, MD. Setelah pembacaan CV, moderator mempersilahkan Adhantoro Rahadyan, MD untuk membawakan “The Impact of Intense Exercise on Arrhythmia Development: Mechanisms and Risks”. Ia mengatakan bahwa olahraga intens tanpa fase pemulihan (seperti pada atlet) berdampak pada progresi aritmia. Fase pemulihan penting dalam mengendalikan inflamasi yang disebabkan oleh olahraga intens, agar exercise-induced atrial remodelling dapat dicegah atau setidaknya dikontrol sebelum menjadi perubahan patologis.


Simposium dilanjutkan dengan topik kedua “How to Predict Risk of Sudden Cardiac Death in Young Healthy Patients” oleh Hermawan, MD yang membahas pemanfaatan biomarker dari SCD untuk memprediksi risiko terjadinya SCD. Tes genetik juga penting terutama pada pasien yang memiliki riwayat keluarga dan riwayat penyakit agar bisa dilakukan tata laksana yang komprehensif dan multidisiplin.


Return to Sports for Patients with ICD : Is it Possible?” oleh Pipin Ardhianto, MD menjelaskan pentingnya ICD shock. “ICD saves lives,” ungkapnya. Mamun, ICD shock yang dilakukan pada waktu yang tidak tepat dapat meningkatkan inappropriate deaths. Penting untuk melakukan reprogramming ICD untuk mencegah syok ICD yang tidak tepat. Untuk atlet atau pasien yang biasa berolahraga intens, penggunaan ICD dan intensitas olahraga tidak meningkatkan risiko terjadinya ICD shock maupun kematian. Namun, keputusan akhir untuk kembali ke olahraga dipegang oleh pasien.